Jumat, 09 Januari 2015

Menjadi Atheis

Wew... judul yang provokatif!

Dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini memang banyak membaca postingan teman-teman yang aku lihat sudah merasa "eneg" dengan tingkah laku beberapa orang atau golongan yang mengatasnamakan agama, sampai akhirnya mengambil kesimpulan bahwa agama itu memang hanya dibuat oleh manusia sekaligus sosok Tuhan pun dibuat oleh manusia karena tanpa Tuhan, hidup ini seakan tidak berarti.

Pemikiran bahwa agama dibuat oleh manusia untuk menguasai manusia lainnya dan banyak dibuktikan sekarang ini bahwa para pemuka agama menggunakan agama untuk memaksakan pemikirannya kepada orang lain, baik yang terlahir dengan agama yang sama maupun yang berbeda.

Kejadian terakhir di Paris, kembali menorehkan rasa sakit di salah satu agama dan akhirnya perjuangan beberapa orang untuk menyebarkan agamanya menjadi terganggu dan harus kembali ke titik nol karena kepercayaan yang selama ini dibangun menjadi runtuh kembali, hanya karena ulah segelintir manusia dari golongannya yang bertindak tidak sesuai dengan ajarannya dan merugikan golongan lainnya, lalu dibalas dengan kekerasan yang sama.

Cara paling efektif untuk keluar dari konflik antar umat beragama adalah tidak masuk kedalam golongan mereka dan menjadi manusia independent tanpa tuhan, dan memaksimalkan seluruh apa yang ada pada diri sendiri untuk bertahan dan menikmati hidup apa adanya tanpa adanya ikatan diri dengan sesuatu apapun yang mengatur kita, dan menggunakan logika kita sendiri untuk mengatur diri kita sendiri.

Namun ada kalanya seorang atheis pun tidak bisa bergerak sendiri, karena dia akan hidup didalam sebuah dunia sosial dimana dia harus berinteraksi dengan manusia lainnya yang theis dan mungkin akan terjadi pergesekan diantaranya, sehingga terpikirkan untuk mengumpulkan massa dan mengajak orang lain untuk menjadi atheis dan menjadi pengikut dari paham yang diyakininya.

Ketika seorang atheis memiliki pemimpin yang atheis lalu mengagungkannya sebagai manusia suci, dan mencoba menyebarkan ajarannya kepada orang lain baik secara damai maupun cara kekerasan, secara tidak sadar dia telah membuat agama baru, yang menuhankan ketidakberadaan tuhan. Lalu apa bedanya seorang atheis dan theis? yang beda adalah tuhannya.

Seorang ulama dari India mengatakan "seorang atheis sebetulnya sudah setengah muslim" mengapa? karena dia telah mengucapkan "La Illaha" (tidak ada tuhan) dan tinggal melanjutkan kalimat kedua "Ilallah" (selain Allah).

Lalu ada kalimat terbaca di linimasa "Setiap manusia terlahir atheis, dan orang tuanya yang menjadikannya beragama"

Lalu pertanyaannya, apakah kita memilih menjadi Theis atau Atheis? Kalau memilih untuk menjadi Theis, lalu agama apa yang akan kita pilih? sebagai awal, pastinya kita secara otomatis akan memiliki agama sesuai dengan yang dianut oleh Bapak dan Ibu kita, dan setelah dewasa, kita memiliki hak untuk memilih agama kita sendiri sesuai dengan kata hati kita, dan bahkan menjadi atheis sekalipun.

Aku terlahir muslim karena Kakek, Nenek, Bapak, Ibuku muslim dan hidup dengan cara muslim, beristri muslim dan tentunya ingin anak cucuku juga muslim. Namun terbersit pertanyaan, apakah aku sudah menjadi muslim yang sejati sesuai dengan ajaran yang tertulis di kitab suci Al Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW? Apakah aku sudah mempelajari seluruh ajarannya? apakah aku sudah membaca buku yang benar? bagaimana dengan pendapat 72 golongan lainnya yang juga mengaku muslim tapi ajarannya banyak yang bertolak belakang dengan apa yang aku ketahui? jangan-jangan golongan yang selama ini aku ikuti salah? Argh! begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Ada satu nasihat bahwa ketika kita menimba ilmu ada baiknya mengosongkan dulu pikiran kita sehingga tidak terkontaminasi dengan ilmu yang sudah ada di otak kita sebelumnya, sehingga kita bisa melakukan analisa objektif terhadap apa yang akan kita pelajari, dan cara mengosongkan pikiran itu adalah dengan menjadi atheis.

Aku memandang perlunya menjadi seorang Atheis agar bisa mengosongkan pikiran dan menangkap ide-ide atau pelajaran-pelajaran yang selama ini diterima dengan lebih jernih dan akhirnya akan menjadi seorang Theis sejati, theis yang sekarang sudah aku pilih, Islam...

2 komentar:

  1. Terkadang sayapun berfikir demikian Mas...cuma bedanya..dalam beragama saya memilih..saya dibesarkan dalam 2 religi Mas..dibesarkan sebagai Non Muslim..dan pada titik tertentu saya memilih menjadi Muallaf...secara iman..tentu saya bukan orang suci..namun melihat fenomena saat ini kok rasanya miris...satahu saya agama adalah hak asasi..namun akan ada orang yg bingung saat ditanya..kenapa Anda jadi Muslim..?..mungkin jawabannya seperti Mas Ganjar bilang..karena orang tua adalah Muslim..ini jadi seperti agama turunan..bukan pilihan...dan sangat disayangkan saat pemuka agama malah tidak mampu menunjukan kebaikan agama itu sendiri..saling tuding kafir saling anggap sesat..padahal urusan ibadah dan keimanan..itu urusan manusia dengan Tuhan khan..?..Saya tidak Atheis..Saya sangat percaya Tuhan...namun yang saya memahami bahwa kebaikan itu tidak mengenal agama..:D ...ini cuma pemikiran saya saja lho Mas..kalaupun ada yg menyinggung perasaan..mohon dimaafkan..:D

    BalasHapus
  2. mas Jhojon, jujur saya malah seringkali merasa iri hati kepada para muallaf, seperti mas Jhojon, karena diberikan hidayah oleh Allah melalui sebuah proses pemikiran sendiri, sedangkan saya terlahir muslim, seharusnya merasa lebih bersyukur, tetapi kadang tidak berlaku sebagaimana muslim yang semestinya, malah seringkali merasa ragu dikarenakan tadi, tingkah laku para pemuka agama yang seharusnya menjadi panutan, malah bertindak tidak patut... semua ungkapan diatas bahwa seakan-akan atheis lebih baik adalah merupakan sebuah proses yang saya pandang baik untuk seorang muslim melakukan introspeksi tanpa harus menjadi atheis untuk menjadi muslim sejati...

    BalasHapus